16 September 2010

Terapi anak ADHD

MENDETEKSI ANAK MENGALAMI ADHD

Terkadang kita melihat ada anak-anak yang terlihat sangat aktif dan tidak memperhatikan jika belajar di kelas. Namun, hal tersebut dapat saja merupakan sesuatu yang normal jika kita tilik dari usia mereka. Kita dapat mengarahkan pada diagnosa ADHD jika perilaku yang muncul tersebut sangat tidak sesuai dengan usia perkembangan mereka.
Terdapat beberapa kriteria dalam DSM-IV yang membantu kita melakukan deteksi terhadap anak-anak dengan gangguan ADHD. Seorang anak harus menampakkan beberapa karakteristik untuk dapat didignosa secara klinis mengalami ADHD.
Keparahan perilaku tersebut harus lebih sering muncul pada anak tersebut jika dibandingkan dengan anak-anak lain dalam tahap perkembangan yang sama
Waktu muncul paling tidak beberapa gejala uncul sebelum usia 7 tahun
Durasi perilaku harus sudah muncul paling tidak 6 bulan sebelum evaluasi
Dampak gejala harus menimbulkan dampak negatif pada kehidupan akademik dan sosial anak.
Gejala harus muncul pada beberapa dalam kehidupan anak.

Kriteria yang diberikan oleh DSM-IV untuk membantu kita menegakkan diagnosa ADHD dapat kita lihat berikut ini.
(1) memenuhi 6 atau lebih gejala kurangnya pemusatan perhatian paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan;
(2) memenuhi 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
B. Gejala kurangnya pemusatan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas muncul sebelum usia 7 tahun.
C. Gejala-gejala tersebut muncul dalam 2 seting atau lebih (di sekolah, rumah, atau pekerjaan)
D. Harus ada bukti nyata secara klinis adanya gangguan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi mengikuti gangguan perkembangan pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dilihat bersama dengan gangguan mental lain (gangguan suasana hati, gangguan kecemasan, atau gangguan kepribadian).

TERAPI UNTUK PENYANDANG ADHD

Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan ADHD, namun telah tersedia beberapa pilihan tritmen yang telah terbukti efektif untuk menangani anak-anak dengan gejala ADHD. Strategi penanganan tersebut melibatkan aspek farmasi, perilaku, dan metode multimodal.
Metode perubahan perilaku bertujuan untuk memodifikasi lingkungan fisik dan sosial anak untuk mendukung perubahan perilaku (AAP, 2001). Pihak yang dilibatkan biasanya adalah orang tua, guru, psikolog, terapis kesehatan mental, dan dokter. Tipe pendekatan perilakuan meliputi training perilaku untuk guru dan orang tua, program yang sistematik untuk anak (penguatan positif dan token economy), terapi perilaku klinis (training pemecahan masalah dan ketrampilan sosial), dan tritmen kognitif-perilakuan/CBT (monitoring diri, self-reinforcement, instruksi verbal untuk diri sendiri, dll) (AAP, 2001).
Metode farmasi meliputi penggunaan psikostimulan, antidepresan, obat untuk cemas, antipsikotik, dan stabilisator suasana hati (NIMH, 2000). Harus diperhatikan bahwa penggunaan obat-obatan ini harus dibawah pengawasan ketat dokter dan ahli farmasi yang terus-menerus melakukan evaluasi terhadap efektivitas penggunaan dan dampaknya terhadap subjek tertentu.
Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa cara terbaik untuk menangani anak dengan ADHD adalah dengan mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode penanganan. Penelitian yang dilakukan NIMH terhadap 579 anak ADHD menunjukkan bahwa kombinasi terapi obat dan perilaku lebih efektif dibandingkan jika digunakan sendiri-sendiri. Tritmen multimodal khususnya efektif untuk meningkatkan ketrampilan sosial pada anak-anak ADHD yang diikuti gejala kecemasan atau depresi. Ternyata dosis obat yang digunakan lebih rendah jika diikuti dengan terapi perilaku daripada jika diberikan tanpa terapi perilaku.
Salah satu terapi perilaku yang dapat diberikan bagi anak-anak ADHD adalah dalam bentuk permainan, yang kemudian sering disebut terapi bermain.

PRINSIP-PRINSIP PENERAPAN TERAPI BERMAIN BAGI ANAK ADHD
Berdasarkan luasnya batasan terapi bermain maka penerapannya bagi penyandang ADHD memerlukan batasan-batasan yang lebih spesifik, disesuaikan dengan karakteristik penyandang ADHD sendiri. Pada anak penyandang ADHD, terapi bermain dapat dilakukan untuk membantu mengendalikan aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas), melatih kemampuan mempertahankan perhatian pada objek tertentu, mengembangkan ketrampilan menunggu giliran, dan mengendalikan tingkat agresivitas. Tentu saja pemberian terapi perilaku ini akan kurang efektif tanpa dibarengi dengan tritmen yang berupa obat-obatan yang membantu untuk mengendalikan agresivitas, memberikan ketenangan kepada anak, dan mengurangi kecemasan.
Pada prinsipnya terapi bermain digunakan untuk menjadi media bagi anak untuk:
1. mengalihkan perhatiannya dari aktivitas yang berlebihan namun tidak bermanfaat
2. melatih anak melakukan tugas satu persatu
3. melatih anak menunggu giliran
4. mengalihkan sasaran agresivitas.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi bermain bagi anak ADHD adalah:
1. Tujuan dan target setiap sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan ketrampilan anak, dilakukan dengan bertahap, terstruktu,r dan konsistensi. Salah satu yang perlu diperhatikan pada anak ADHD adalah sensitivitas mereka terhadap perubahan sehingga kita harus membantu menciptakan sesuatu yang rutin untuk mereka. Dalam hal ini konsistensi yang dapat diciptakan terapis misalnya dalam hal waktu, aturan bermain, tempat, dan jumlah alat permainan. Pemilihan ini harus didasarkan pada kondisi anak dan target perilaku yang dituju.
2. Permainan yang digunakan harus dipecah-pecah menjadi komponen-komponen kecil yang diajarkan satu persatu dengan tahap dan cara yang sama. Mereka selalu sulit mengorganisasikan waktu sehingga kita harus membantu untuk memecah-mecah tugas menjadi komponen-komponen kecil yang sederhana. Misalnya: acara menggambar di bagi dalam kegiatan mengambil kertas, mengambil pensil, mengambil crayon, dst.
3. Terapi diberikan dalam beberapa tahap, pertama dengan satu anak satu terapis dalam tempat terapi khusus, kemudian perlahan-lahan anak akan dilibatkan dalam permainan bersama anak lain (sebaiknya yang tidak ADHD), dan jika sudah memungkinkan maka anak dilibatkan dalam kelompok yang lebih besar. Permainan sosial ini harus dirancang terapis dan orang tua untuk membantu anak mengembangkan ketrampilan bersosialisasi.
4. Terapi bagi anak penyandang ADHD tidak dapat dilakukan hanya dengan terapi tunggal. Mengingat bahwa gangguannya berkaitan dengan sirkuit di dalam otak, maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan terapi yang lain, yaitu terapi farmakologi. Rencana program terapi yang dijalankan pun harus disusun dengan terpadu dan terstruktur dengan baik, begitu juga proses evaluasinya.
5. Terapi bermain ini harus dilakukan oleh tenaga terapis yang sudah terlatih dan betul-betul mencintai dunia anak dan pekerjaannya. Hal ini terlebih pada penyandang ADHD karena menangani anak ADHD memerlukan kesabaran dan keteguhan hati yang tinggi. Jika pada anak non ADHD target perubahan perilaku yang dibuat mungkin dapat dicapai dengan cepat dan lebih mudah, maka bagi penyandang ADHD untuk mengendalikan perilaku mereka saja mungkin sulit.
6. Keberhasilan program terapi bermain sangat ditentukan oleh bagus tidaknya kerja sama terapis dengan orang tua dan orang-orang lain yang terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan proses transfer ketrampilan yang sudah diperoleh selama terapi yang harus terus dipelihara dan ditingkatkan dalam kehidupan di luar program terapi.
7. Jika secara umum terapi bermain memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi dan eksplorasi, maka pada anak ADHD hal ini justru akan digunakan untuk memperkenalkan aturan-aturan dan mengendalikan perilaku
8. Terapi bermain bagi penyandang ADHD dapat ditujukan untuk meminimalkan/menghilangkan perilaku agresif, perilaku menyakiti diri sendiri, dan menghilangkan perilaku berlebihan yang tidak bermanfaat. Hal ini dapat dilakukan dengan melatihkan gerakan-gerakan tertentu kepada anak, misalnya tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun balok, bermain palu dan pasak, dan alat bermain yang lain. Dengan mengenalkan gerakan yang lain dan berbagai alat bermain yang dapat digunakan maka diharapkan dapat digunakan untuk mengalihkan agresivitas yang muncul, juga jika anak sering berlarian tak bertujuan. Mengenalkan anak pada permainan konstruktif seperti menyusun balok juga akan membantu anak mengenal urutan dan membantu mengembangkan ketrampilan motorik.

Demikianlah beberapa hal yang menurut saya penting diketahui tentang penerapan terapi bermain bagi anak ADHD. Sekali lagi, harus dicatat bahwa terapi bermain adalah salah satu alternatif saja diantara sekian banyak program terapi yang sudah dikembangkan bagi anak ADHD dan selalu dilakukan bersamaan dengan tritmrn yang lain. Masukan dan kritik bagi makalah ini sangat diharapkan demi proses belajar saya dan perbaikan ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar